UNCCC 2007, Upaya Membangun Posisi Tawar

UNCCC 2007, Upaya Membangun Posisi Tawar
By: Tasnim Ilmiardhi
UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) menggelar UNCCC (United Nations Climate Change Conference) 2007 di Nusa Dua Bali Indonesia. Konferensi ini bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi pada tingkatan tertentu. Tingkat tersebut harus dicapai pada kurun waktu yang memungkinkan ekosistem beradaptasi dengan perubahan iklim, memberikan kepastian produksi pangan, tidak terganggunya produksi pangan, serta ekonomi yang berkelanjutan.Selain itu, UNCCC 2007 kali ini juga menyiapkan pengganti Protokol Kyoto (yang diistilahkan dengan Bali Roadmap) yang akan ditandatangani dalam Conference of Parties (COP) ke 15 di Copenhagen, Denmark pada tahun 2009. Sedangkan Protokol Kyoto sendiri bakal berakhir pada 2012.Selama ini negara-negara maju di belahan bumi utara dalam pola pembangunan ekonomi global selalu menekankan pentingnya pemeliharaan lingkungan. Namun disisi lain berusaha melakukan eksploitasi besar-besaran yang berdampak pada kehancuran wilayah sosio-ekologis negara-negara miskin di belahan bumi selatan.Sebuah ironi hadir dalam di tengah gegap konferensi ini, bahkan terkesan paradoks. Para negara maju yang gencar menyuarakan hak asasi manusia (HAM), namun realitasnya melakukan menganiayaan ekologi dengan meninggalkan jejak karbon yang demikian dalam dinegara-negara miskin, sebagai hasil ekplorasi untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku yang murah. Para aktivis lingkungan dunia menuntut keadilan iklim (climate justice) dalam UNCCC 2007. Bali Roadmap direncanakan akan memuat pokok-pokok, diantaranya, mitigasi, adaptasi, teknologi, investasi dan pendanaan. Ini sangat kontradiktif dengan tuntutan para NGO (Non Government Organization) yang menuntut adanya potongan emisi sebesar 50% dan berperspektif pada keadilan, dan bukan perdagangan.Dalam pemenuhan kebutuhannya, negara-negara maju di utara sering menimbulkan dampak negatif. Diantaranya, kemiskinan, krisis sosio-ekologis, rusaknya lingkungan, disintegrasi sosial, hilangnya akses pada sumber kehidupan, bencana alam, kelaparan dan malnutrisi, yang keseluruhan itu merupakan potret kehidupan sehari-hari dari rakyat negara-negara di belahan bumi selatan. Tingginya tingkat produksi dan konsumsi, khususnya di sektor energy, telah menyeret negara-negara selatan sebagai surga eksplorasi yang murah bagi pemenuhan kemakmuran negara-negara maju.Isu perubahan iklim pada dasarnya merupakan isu pembangunan manusia secara global. Pembangunan yang terkait dengan perluasan potensi dan kebebasan manusia secara hakiki agar dapat melakukan pilihan-pilihan yang bertambah luas dalam kehidupan manusia itu sendiri. Beberapa isu menarik yang perlu dicermati dalam UNCCC 2007 kali ini diantaranya: isu Utara-Selatan, kegagalan globalisasi ekonomi, perdagangan karbon.Emisi CO2 yang dihasilkan dari gaya hidup oleh negara-negara maju yang total penduduknya hanya 15% dari populasi dunia menyumbang hampir 50% emisi gas rumah kaca (CO2) dunia. Laporan Human Development Report (HDR) 2007 yang dikeluarkan oleh UNDP (United Nations Development Programme), menyebutkan bahwa 19 juta orang di New York menghasilkan emisi CO2 lebih banyak dibandingkan 766 juta orang di 50 negara kurang berkembang. Pada tahun 1994-2004, jumlah emisi CO2 yang dibuang ke atmosfer bumi oleh negara-negara industri maju (kecuali Rusia, Jerman dan Polandia) meningkat 88%, dengan AS berkontribusi sebanyak 36%.Perdagangan Karbon dan Pelacuran EkologiSebagai kompensasi atas ‘dosa’ dari jejak ekologi yang telah ditinggalkan, negara-negara maju menawarkan mekanisme perdagangan karbon, melalui perusahaan-perusahaan multinasional. Mereka menawarkan penyerapan karbon dengan hutan, atau pengurangan emisi dalam mekanisme pembangunan bersih.Ini kembali menjerumuskan negara-negara miskin kedalam pola penyelesaian secara teknologi dan pengerahan bantuan financial. Untuk pola penyelesaian secara teknologi, pada tataran aplikasi sangat kecil kemungkinan dilaksanakan oleh negara-negara miskin. Sedangkan untuk pola bantuan financial, kembali negara-negara miskin dihadapkan pada diplomasi yang berdasarkan voting atas dolar, bukan pada kehendak negara-negara miskin yang berdaulat.Negara-negara maju memiliki berbagai sumber daya, baik itu teknologi, keuangan, perdagangan, pendapatan perkapita yang tinggi, tentunya mereka memegang kendali diberbagai perundingan dengan lembaga-lembaga multilateral seperti Bank Dunia (World Bank), Dana Moneter Internasional (International Monetery Fund/IMF) ataupun Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Mereka selalu mementingkan, kepentingan sendiri dibandingkan dengan kepentingan global, termasuk dalam hal ini dampak lingkungan atas perubahan iklim. UNCCC 2007 diharapkan mampu membangun posisi tawar dan memberikan keadilan iklim bagi negara-negara miskin di selatan, yang selama ini telah menjadi sumber bahan baku murah, dan tempat sampah industri dari negara-negara maju.(*)

No comments: